Musibah yang dialami oleh seorang mukmin, baik yang besar atau kecil, merupakan balasan Allah atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Musibah tersebut sebagai penghapus dosa-dosa selama ia terbebas dari perbuatan kesyirikan dan dosa besar lainnya. Sehingga ia akan menghadap Allah dalam keadaan bersih dari dosa yang pada akhirnya akan dimasukkan syurga oleh Allah Ta'ala. Apabila ia tidak melakukan kezaliman berupaya kesyirikan, kezaliman terhadap sesamanya, atau kezaliman terhadap dirinya, maka ia akan mendapat rasa aman pada hari kiamat dan petunjuk didunia dan akhirat. (Fathul Majid, tanpa tahqiq hal.38)

Lalu bagaimana agar musibah dapat menjadi penghapus dosa bahkan menjadi pahala dan menggantikan musibah itu dengan sesuatu yang lebih baik? Pertanyaan ini telah oleh Allah Ta'ala dalm surah al-Baqarah 156-157:

Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Rasulullah SAW juga memberikan petunjuk kepada kia apa yang harus diucapkan ketika kita ditimpa musibah, besar atau kecil, dengan mengucapkan kalimat istirjar’.

Dari Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah SAW bersabda:

"Hendaklah salah seorang kamu mengucapkan istirja' dalam segala hal (musibah) meskipun yang terjadi pada tali seliparnya. Sebab yang demikian tergolong musibah." (Syaikh Al-Albani mengatakan bahawa hadis ini hasan setelah melihat adanya penguat hadis ini berasal dari Ibnu Sunni dengan sanad lemah (Al Kalimuth Thayyib, Ibnu Taimiyah, tahqiq Al Albani, hal.81)

Ummu Salamah r.a mengatakan bahawa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

Seseorang yang tertimpa musibah lalu ia berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un dan berdoa: Allahuma jurnii fi musibatil wakhluf liya khairan minhaa ( "Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah ini dan gantikanlah untukku dengan yang lebih baik daripadanya). Nescaya Allah akan memberinya pahala kerana musibah itu dan menggantikan untuknya dengan yang lebih baik" ( HR. Muslim 3/37-38)

Tatkala Abu Salamah ( suaminya) meninggal, dia mengucapkan apa yang dikatakan Nabi SAW. Tak lama kemudian ia menjadi isteri Rasulullah SAW, suami baru yang lebih baik daripada Abu Salamah. Siapa mengira ia mendapat suami Rasulullah SAW sementara dia sendiri pernah mengatakan: " Lelaki mana yang lebih baik daripada suamiku" ? (Mukhtashar Syrah Shahih Muslim, hadis no.918).

Dengan demikian semestinya tindakan seorang mukmin dalam menghadapi segala macam musibah dengan tetap dalam keadaan sabar , istiqamah dan mengharapkan pahala serta ampunan Allah. Tidak sebaliknya dengan menggerutu, menampar-nampar pipi atau menyobek-nyobek saku baju, menjerit atau tindakan lain yang tidak selayaknya diperbuat oleh seorang mukmin.

 

Sumber: Syahadah, m/s 18- Mei 2009

0 Comments:

Post a Comment